Session Talk : Pentingnya TPT pada Anak yang Kontak Erat dengan Penderita TB

Tuberkulosis (TBC) masih menjadi masalah kesehatan di Indonesia dan menimbulkan masalah yang kompleks baik dari segi medis maupun sosial, ekonomi, dan budaya. Berdasarkan Global TB Report WHO 2020, Indonesia merupakan negara dengan beban Tuberkulosis (TBC) tertinggi kedua di dunia. Diestimasikan terdapat 845.000 kasus TBC baru setiap tahunnya dengan angka kematian mencapai 98.000
kasus atau setara dengan 11 kematian/jam. Penularan dan perkembangan penyakit TBC semakin meluas karena dipengaruhi oleh faktor sosial seperti kemiskinan, urbanisasi, pola hidup yang kurang aktif, penggunaan tembakau, dan alkohol (WHO, 2020).

Terapi pencegahan tuberkulosis adalah serangkaian pengobatan dengan satu jenis atau lebih obat antituberkulosis yang diberikan untuk mencegah perkembangan penyakit TB. Pemberian TPT sangat penting dilakukan kepada orang-orang yang telah terinfeksi oleh bakteri penyebab tuberkulosis. Dalam beberapa kasus, bakteri TB juga bisa bersifat laten. Pada TB laten, bakteri tidak menyebabkan sakit, tetapi bisa menjadi aktif di kemudian hari dan memunculkan gejala apabila tidak diberi pengobatan. Pemberian TPT inilah yang akan mencegah perkembangan bakteri laten di dalam tubuh.

Live Streaming melalui media sosial Facebook dinilai efektif untuk menjalin komunikasi dengan masyarakat luas, terutama di masa pandemi seperti saat ini. Inilah yang membuat Live Streaming menarik untuk diproduksi, ditonton maupun menjadi media advokasi. Tidak dipungkiri, pengguna internet dan media sosial saat ini merupakan generasi milenial, dan gen z, yang mana sebanyak 80% pengguna lebih
menyukai tayangan video secara langsung daripada membaca artikel teks maupun blog. Itu data berdasarkan Livestream. Tidak hanya itu, pengguna aplikasi kita kenal dengan Instagram dan Facebook meningkat bahkan bermunculan bakat-bakat potensial yang dimiliki orang Indonesia terutama dalam pembuatan video streaming.
Live Streaming dapat digunakan untuk membangun pengetahuan dan pemahaman akan bahaya TBC, hal apa saja yang dilakukan untuk bersama mengakhiri TBC atau bagaimana orang dengan TBC dapat bertahan dalam masa pandemi serta mempengaruhi sikap dan emosi penonton sehingga akan menggugah keinginannya untuk mencegah TBC dan ikut serta dalam upaya mengakhiri TBC di
Indonesia.
Karena itu, pentingnya mengadakan kegiatan Live Streaming dengan tema mengenai penyakit TBC, sebagai sarana edukasi masyarakat melalui media sosial, untuk menggambarkan kondisi yang terjadi pada pasien TBC.

Live streaming kali ini mengundang narasumber dr. Retno Asih Sp.KK dengan Tema Pentingnya TPT pada Anak yang Kontak Erat dengan Penderita TB.
Adanya beberapa masyarakat yang antusias untuk menonton Live Facebook. Narasumber bercerita banyak mengenai pentingnya pengobatan TB dan Terapi Pencegahan TB (TPT) khususnya pada kontak erat. Penonton pun sangat antusias memberikan pertanyaan untuk narasumber.

Berikut beberapa kutipan dari paparan yang disampaikan oleh dr. Retno Asih Sp.KK :
Tuberkulosis atau TB adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi bakteri Mycobacterium tuberculosis. Bakteri tersebut dapat masuk ke dalam paru-paru dan mengakibatkan pengidapnya mengalami sesak napas disertai batuk kronis. Bahkan kini, TB adalah penyakit yang menduduki peringkat kedua dalam daftar penyakit paling banyak menyebabkan kematian setelah COVID-19. Meski begitu, TB masih bisa diobati dengan penanganan yang tepat. TBC (tuberculosis) merupakan penyakit infeksi yang bisa menyerang segala usia termasuk anak-anak.
Ciri-ciri TB pada anak:
1. Berat badan anak dengan gejala TBC Paru turun atau tidak naik dalam 2 bulan terakhir
2. Demam lama lebih dari 2 minggu dan atau berulang tanpa sebab
3. Suhu umumnya tidak tinggi
4. Batuk lama lebih dari 2 minggu yang makin lama makin parah yang tidak membaik dengan pemberian antibiotik
5. Badan lemas/lesu sehingga tidak aktif bermain
6. Munculnya benjolan di kelenjar daerah leher rahang bawah, ketiak dan selangkangan

SASARAN PEMBERIAN TERAPI PENCEGAHAN adalah KELOMPOK BERISIKO TINGGI SAKIT TBC SETELAH TERINFEKSI:
1. Orang dengan HIV/AIDS (ODHIV)
2. Kontak serumah dg pasien TBC paru terkonfirmasi bakteriologis
3. Kelompok risiko lainnya dengan HIV negatif:
4. Pasien immunokompromais lainnya (keganasan, hemodialisis, mendapat kortikosteroid jangka panjang, persiapan transplantasi organ, dll).
5. Warga Binaan Pemasyarakatan petugas kesehatan, sekolah berasrama, barak militer, pengguna narkoba suntik.

Pengobatan Pencegahan Tuberkulosis :
1. Obat lebih sedikit
2. Waktu lebih pendek
3. Efikasi obat terbukti
4. Efek samping lebih sedikit

Obat Pencegahan Tuberkulosis :
1. Isoniazid 6 bulan
2. Isoniazid dan Rifampisin 3 bulan
3. Isoniazid dan Rifampentin 3 bulan
4. Levofloxacin dan Ethambutol selama 6 bulan (sumber TBC kebal obat)

Bagaimana pemantauannya:
1. Respons pengobatan
2. Efek samping
3. Kepatuhan

Bagaimana langkah skrining TB pada balita di Posyandu:
1. Sasaran: balita yang datang ke posyandu
2. Pelaksana: kader
3. Alat skrining:
– Intrumen skrining TBC m-KIA atau
– Lembar skrining TBC di Posyandu
– Kurva pertumbuhan pada Buku KIA
4. Tanyakan dan lihat apakah balita memiliki satu atau lebih gejala berikut:
– Gizi buruk (Anak terlihat sangat kurus)
– Berat badan tidak naik dua bulan berturut-turut
– Batuk > 2 minggu
– Demam > 2 minggu
– Riwayat kontak dengan pasien TBC
5. Rujuk ke puskesmas jika ada satu atau lebih gejala di atas

Skrining TBC pada balita di PAUD/TK:
1. Sasaran: balita di PAUD dan TK
2. Pelaksana: guru PAUD dan guru TK
3. Tanyakan ke orang tua dan lihat apakah balita memiliki satu atau lebih gejala berikut:
– Gizi buruk (Anak terlihat sangat kurus)
– Berat badan tidak naik dua bulan berturut-turut
– Batuk > 2 minggu
– Demam > 2 minggu
– Riwayat kontak dengan pasien TBC
4. Alat skrining:
– Intrumen skrining TBC m-KIA, atau
– Lembar skrining TBC di PAUD/TK
– Kurva pertumbuhan pada Buku KIA
5. Rujuk ke puskesmas jika ada satu atau lebih gejala di atas

Pesan Utama:
1. Tuberkulosis Anak bisa mengenai di seluruh sistem organ
2. Terapi pencegahan TBC pada anak diberikan pada individu yang tidak sakit utk mencegah supaya tidak mengalami sakit
3. Kader Posyandu dan guru PAUD dapat menjadi ujung tombak skrining dan pemantauan TC khususnya pada Balita

Setelah sesi paparan dari dr. Retno selesai, moderator melanjutkan ke sesi selanjutnya yakni tanya jawab dari penonton. Dan berikut beberapa pertanyaan dan jawaban dari sesi tanya jawab:

Dok, saya mau bertanya ada bayi berumur 1,5 tahun dan saat lahir sudah mendapatkan vaksin BCG, kemudian ayahnya terkena TB, apakah bayi ini perlu mendapatkan TPT atau tidak, mengingat jangka waktu vaksin masih 1,5 tahun. Terima Kasih.

“Umur saya ini 52 tahun, dilengan saya ada bekas suntikan BCG. Tapi indonesia kita lihat sampai 52 tahun saya ini masih nomor 2 – 3 didunia kasus TB nya. Artinya bahwa sebenarnya vaksin BCG itu bukannya tidak efektif Cuma sampai saat ini vaksin yang ada untuk mencegah TB itu hanya vaksin BCG tidak ada pilihan vaksin yang lain. BCG itu berasal dari bukan kuman mycobacterium pada umumnya. Vaksin BCG itu bukan terbuat dari kuman TB tapi terbuat dari Mycobacterium Bovis ini punya sapi yang dilemahkan sekali sehingga memang kekuatannya tidak sekuat untuk melawan Mycobacterium tuberculosis. Oleh karena itu kenapa vaksin BCG itu mempunyai proteksi kurang dari 100%. Kisaran antara 0 – 70 % dari beberapa peneliti dan itu hanya untuk mencegah TB yang berat termasuk TB Otak. Seandainya anak ini sudah dapat vaksin BCG, ayahnya kena TB, tetap anak ini harus dapat pengobatan TPT. Karena kekuatan vaksin ini tidak sekuat mycobacterium tuberculosis.”

Apakah vaksin BCG itu khusus untuk balita? Bagaimana dengan orang dewasa apa bisa?

“Sebenarnya vaksin BCG itu vaksin yang sudah menjadi mandatori vaksin pemerintah. Dan tiap-tiap negara itu beda terkait jatah vaksin. Kalau di indonesia itu diberikan sebelum anak usia 2 bulan, akrena kalau sudah lebih dari 2 bulan itu sudah resiko kena kuman TB dari luar. Kalau semisal terlewat. Khusus anak-anak diatas 2 bulan harus dites mantoux atau igra. Kalau hasilnya positif ya tidak perlu vaksin. Mungkin kalau di luar negeri vaksin BCG diberikan agak molor biasanya mau masuk sekolah baru diberikan.”

Saya pernah mendengar sodara saya cerita bahwa anak-anak disarankan untuk IGRA untuk mengetahui ada TB apa tidak. Apakah IGRA juga bisa digunakan pada orang dewasa mengingat yang diperiksa adalah darah?

“jadi IGRA sama tuberkulin skin test atau mantoux itu sejajar. Sama-sama membuktikan adanya kuman TB didalam tubuh kita. Adanya kuman bisa disertai dengan sakit atau tanpa sakit. Kalau tanpa sakit itu TB Laten. Sekarang bedanya apa? Bedanya kalau IGRA itu ambil darah, mahal harganya. Kalau mantoux kita menyuntikkan sesuatu, 3 hari harus balik lagi. Yang perlu jadi perhatian disini adalah dalam IGRA kita harus lihat umur juga. Beberapa literatur mengatakan pada anak dibawah 2 tahun IGRA ini jadi pertimbangan karena kalau negatif belum tentu negatif. Tapi kalau sudah diatas 2 tahun terserah mau pakai mantoux atau IGRA sama.”

Untuk dokumentasi kegiatan telah diupload di Facebook dan Youtube
1.  https://fb.watch/hueOXAo5_o/
2. Session Talk : Pentingnya TPT pada Anak yang Kontak Erat dengan Penderita TB – YouTube

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *