Tuberkulosis paru adalah penyakit yang disebabkan kuman Mycobacterium Tuberculosis. Sebagian besar kuman TB menyerang paru, 85% dari seluruh kasus TB adalah TB paru, sisanya (15%) menyerang organ tubuh lain. 5 Faktor yang mempengaruhi terjadinya penyakit TB paru di lapas antara lain kepadatan hunian, luas ventilasi, merokok, keberadaan penderita dalam satu kamar hunian, keberadaan bengker, lama tahanan, lingkungan fisik (pencahayaan, kelembaban dan suhu), perilaku (perilaku batuk tanpa ditutup dan membuang dahak sembarangan).
Narapidana merupakan salah satu kelompok yang mempunyai risiko tinggi terhadap TB, masalah TB di lapas diperkirakan tinggi dikarenakan kondisi lapas memudahkan terjadinya penyebaran infeksi TB karena lamanya dan berulangnya paparan terhadap Mycobacterium Tuberculosis sebagai hasil dari keterlambatan deteksi kasus, kurangnya ruang isolasi (ruang khusus bagi terduga TB), ketidaktepatan pengobatan kasus TB yang menular, tingginya pergantian (turnover) dari narapidana atau tahanan melalui transfer antar lapas, narapidana bebas dan residivis, ventilasi dan cahaya matahari langsung yang kurang dan higiene sanitasi yang buruk.
Live Streaming melalui media sosial Facebook dinilai efektif untuk menjalin komunikasi dengan masyarakat luas, terutama di masa pandemi seperti saat ini. Inilah yang membuat Live Streaming menarik untuk diproduksi, ditonton maupun menjadi media advokasi. Tidak dipungkiri, pengguna internet dan media sosial saat ini merupakan generasi milenial, dan gen z, yang mana sebanyak 80% pengguna lebih
menyukai tayangan video secara langsung daripada membaca artikel teks maupun blog. Itu data berdasarkan Livestream. Tidak hanya itu, pengguna aplikasi kita kenal dengan Instagram dan Facebook meningkat bahkan bermunculan bakat-bakat potensial yang dimiliki orang Indonesia terutama dalam pembuatan video streaming.
Live Streaming dapat digunakan untuk membangun pengetahuan dan pemahaman akan bahaya TBC, hal apa saja yang dilakukan untuk bersama mengakhiri TBC atau bagaimana orang dengan TBC dapat bertahan dalam masa pandemi serta mempengaruhi sikap dan emosi penonton sehingga akan menggugah keinginannya untuk mencegah TBC dan ikut serta dalam upaya mengakhiri TBC di Indonesia.
Karena itu, pentingnya mengadakan kegiatan Live Streaming dengan tema mengenai penyakit TBC, sebagai sarana edukasi masyarakat melalui media sosial, untuk menggambarkan kondisi yang terjadi pada pasien TBC.

Acara dimulai dengan sesi perkenalan oleh Narasumber yakni Lamtiar Simorangkir. Beliau adalah sutradara film documenter yang berjudul “Invisible Hopes”. Moderator kemudian memulai sesi tanya jawab terkait tema Kerentanan Perempuan Terhadap Penularan TB di Lembaga Permasyarakatan (LAPAS).

- Apa yang membuat mbak Tiar ini tertarik untuk memfilmkan kehidupan didalam penjara?
“yang membuat saya tertarik atau tergerak untuk membuat film tentang narapidana hamil dan anak-anak yang lahir dan yang dibawa dari luar penjara kemudian dibesarkan didalam penjara adalah saya sebelumnya tidak tahu ada anak-anak yang lahir dan besar di penjara, saya baru tahu di tahun 2017, saya dapat info dari salah satu aktifis anak di Jakarta, karena beliau mungkin tahu saya suka mengangkat isu-isu sosial di masyarakat lalu menyampaikan ke saya bahwa ada anak-anak dan banyak anak yang lahir dan besar di penjara. Saya kaget! Saya pikir kalau perempuan hamil ditangkap itu mungkin penundaan sampai melahirkan. Ternyata tidak, saya kaget! Bagi saya itu tidak adil. Anak baru lahir sejak detik pertama dia menghirup nafas didunia ini sudah diperlakukan sama seperti narapidana. Bagi saya itu tidak adil! Karena masa kecil saya Bahagia bebas kemanapun, punya banyak teman, ada ortu yang memberi kasih sayang dan melindungi. Jadi itu yang mendorong saya ingin melakukan pembubatan film documenter tersebut.”
2. Kalau boleh tahu berapa lama kak Tiar melakukan riset terhadap film ini, jadi untuk datang apakah susah untuk masuk ke Lapas?
“Sangat susah! Karena kita yang baru pertama kali bisa sampai masuk kedalam lapas. Dan banyak orang yang suka bertanya-tanya kok bisa sampai masuk kedalam penjara. Susah mendapat ijin dan risetnya tak terbatas. Kakrena kami juga menemukan persoalan ini, topik, atau isu ini ternyata masih belum banyak penelitiannya. Dan kami menemukan bahwa ini suatu persoalan yang terabaikan. Jadi orang sudah banyak yang megangkat isu perempuan dan anak. Literatur sangat terbatas. Kemudian akhirnya riset kita itu sambil berjalan sebelum syuting, sebelum dapat ijin, saya mengunjungi lapas di Semarang, kemudian begitu dapat ijin syuting kita tetap syuting sambil riset. Prosesnya memang sangat sulit juga pendekatan di lapangan kepada kepala lapas dan kepala rutan dan petugas dan tentunya pada ibu-ibu dan anak-anak. Memang risetnya memang terbatas, tetapi bisa berjalan juga akhirnya sambil syuting.”
3. Data di ditjenpas mengatakan bahwa orang-orang didalam penjara itu ada sebanyak 350 orang terpapar TB. Bisakah mbak Tiar ceritakan kehidupan didalam sel itu seperti apa singkatnya atau gambarannya?
“Pertama-tama saya mau komentarin soal angka, bukannya saya sok tahu selama saya syuting dialam lapas, untuk pelayanan kesehatan itu kan tidak ada oemeriksaan rutin kecuali mereka menyatakan sakit lalu datang ke klinik atau dokter disana, jadi saya pikir kemungkinan data itu tidak terupdate, karena itu juga salah satu concern kita tidak hanya TB tapi penyakit menular lainnya karena deteksi dini yang kurang. Menurut saya TB itu akan sangat mudah menular dan cepat, akrena tidak terdeteksi. Mungkin bisa jadi angkanya lebih besar. Lalu kondisi didalam seperti yang kita tahu penjara di Indonesia itu kan overcrowded. Mereka berdesak-desakan, lalu kemkudian sel yang sempit, ventilasi udara kurang, jadi sirkulasi udara itu kurang baik. Jadi ini memang sesuatu yang menurut saya sangat membuat para warga binaan ini menjadi sangat rentang terhadap penyakit menular termasuk TB ini. Untuk kesehatan didalam itu anggarannya sangat terbatas. “
4. Kira-kira penyakit apa yang paling sering ditangkap dalam kehidupan sehari-hari dan juga apakah ada juga kekerasan seksual atau kekerasan terhadap anak yang terjadi dipenjara?
“Yang paling umum itu penyakit-penyakit ringan seperti kulit karena tidak steril dan kondisinya ya ramai. Lalu kemudian yaitu HIV, kalau TB itu cepat terdeteksi. Apabila ada napi masuk lapas akan diskrining semua untuk melihiat dia punya penyakit apa. Jika terdeteksi sakit TB maka akan dipisah, tapi kalau HIV itu tidak. Kalau HIV ini akan dirahasiakan identitasnya karena stigma. Bagus jika terdeteksi dini, yang jadi masalah itu jika masuk sehat dan didalam tertular, ini yang berbahaya. Di lapas juga sering ada usaha bunuh diri dikarenakan stress. Kekerasan itu tentu ini temuan-temuan banyak yang narapidana yang kehidupannya keras. Gesekan sesama napi itu pasti tinggi dan kekerasan itu pasti ada. Kalau yang dimaksud kekerasan seksual ini sering ditanyakan pada saya. Pada saat syuting memang tidak ada. Lalu kemudian saya menemukan fakta juga disana ada kekerasan dalam pacaran, sesama perempuan. Mereka juga pacaran didalam lapas ada yang rebutan dan bertengkar, saya menemukan hal itu. Anak-anak jug asering mendapat kekerasan dari ibunya dan napi lain.”

5. Hak apa sebagai manusia yang seharusnya negara mencukupi itu misallnya makanan yang diberikan, hak untuk sehat, dll?
Tadi sudah saya mention di awal, memang betul hak itu tidak terpenuhi, ini yang perlu juga harus kita selalu ingatkan bahwa narapidana itu ketika mereka ditahan, yang hilang kan kebebasannya jadi hak-hak yang lain itu harus segera terpenuhi misal kehidupan sosial yang sehat, kebutuhan fisik itu harus terpenuhi terutama ibu hamil dan anak. Apalagi anak dari lahir pun anak itu sudah terlanggar haknya untuk mendapat kehidupan yang bebas, pendidikan, kehidupan yang layak dan itu semua harus dia dapatkan sejak dalam kandungan. Dan terkait pemenuhan hak anak, mau tidak mau harus memenuhi hak ibu hamil. Itu memang semua tidak terpenuhi. Hak anak untuk mendapat identitas, anak-anak ini ketika syuting tidak ada akta lahir sama sekali.
6. Mbak tiar sudah advokasi apa untuk anak-anak ini?
“Jadi yang pertama sekali kita memang memperjuangkan ada perubahan yang lebih baik untuk mereka sampai ke tingkat regulasi, sayangnya ada kemunduran. revisi uu pemasyarakatan justru menambah lamanya anak tinggal didalam lapas sampai 3 tahun itu bulan juli lalu. Kami sudah bertemu stake holders, komnas ham, kementrian, sampai saat ini baru berhasil bertemu dengan kementerian PPA supaya meereka melakukan sesuatu untuk pemenuhan hak anak dan ibu hamil. Kami sebenarnya ingin bertemu dengan KEMENKUMHAM, KEMENSOS, KEMENKES dan KPPA, karena yang keempat ini bisa menyelesaikan persoalan ini. Karena ini bukan hanya tugas dari KEMENKUMHAM karena soal kesehatan kalau anggaran terbatas bisa dari KEMENKES. Lalu kita butuh pengasuhan alternatif untuk anak-anak ini semacam shelter bisa dari KEMENSOS. Kami sedang mencoba dan mencoba membuat jaringan teman-teman pemerhati hak anak dan perempuan karena belum ada yang mengangkat ini.”
7. Harapan mbak tiar harapannya terkait film ini bagaimana kedepannya?
“Kita ada call for action yang kami inginkan film ini bisa kita pakai sebagai sumber informasi, lallu kemudian sebagai alat untuk berdiskusi mencari solusi yang lebih baik dan unutuk bagian duanya memang ada karena kami menemukan seperti ini. Sleama syuting itu kami menjadi dekat dengan para ibu dan anak ini sehingga ketika mereka keluar pun, itu kita tetap berkomunikasi dan kami menemukan bahwa kehidupan anak-anak ini bahkan banyak yang lebih buruk ketika keluar. Tidak diterima keluarga, atau kembali ke keluarga yang miskin dan di lingkungan narkoba, ada yang ibunya masuk penjara lagi dan sangat banyak persoalannya disitu. Karena memang banyak dari pasangan yang tidak sah, bahkan ada yang hamil dengan sesama tahanan jadi tidak diinginkan anak ini, ada beberapa yang kami masukkan ke yayasan.”
Untuk dokumentasi kegiatan telah diupload di Instagram dan Youtube
1. https://fb.watch/hueOXAo5_o/
2. Session Talk : Kerentanan Perempuan Terhadap Penularan TB di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) – YouTube