Multidrugs resistant tuberculosis (MDR-TB) saat ini merupakan masalah kesehatan yang penting di dunia baik dari segi morbiditas maupun mortalitas. Pada tahun 2011, di seluruh dunia diperkirakan terdapat sekitar 3,8% TB kasus baru dan sekitar 20% kasus TB dengan riwayat pengobatan sebelumnya. Kasus MDR-TB di Indonesia diperkirakan sekitar 6.100 kasus setiap tahunnya. Salah satu tantangan dalam penatalaksanaan MDR-TB adalah peningkatan jumlah kasus pasien putus pengobatan pada setiap tahunnya. Hal ini disebabkan karena jangka waktu pengobatan TB-RO yang relatif lama (20-24 bulan) disertai dengan berbagai efek samping yang dirasakan pasien.
Lamanya jangka waktu pengobatan khususnya pada pasien TBC RO, membuat sebagian pasien TBC RO terpaksa putus bekerja. Hal tersebut memutus mata pencaharian pasien yang memang statusnya menjadi tulang punggung keluarga. Maka dari itu, belajar dari kasus tersebut, kami dari Yayasan Rekat Peduli Indonesia akan mengadakan pemberdayaan Pasien khususnya pasien TBC RO untuk mengikuti pelatihan Batik Jumput, dimana Batik Merupakan salah satu identitas bangsa indonesia.
Banyak jenis pembuatan batik yang terdapat di Indonesia diantaranya salah satunya adalah batik jumput. Batik jumputan adalah salah satu jenis batik yang menggunakan teknik jumputan untuk membuat motifnya. Jumputan sendiri adalah salah satu teknik yang digunakan untuk membuat motif batik dengan cara mengikat kencang beberapa bagian kain yang kemudian dicelupkan pada pewarna pakaian.
Batik jumputan juga sering juga disebut dengan batik ikat celup karena proses pembuatannya dengan mengikat dan mencelupkan kain ke dalam pewarna.
Tujuan dengan adanya pelatihan batik ini adalah Meningkatkan keterampilan pasien dalam membuat batik jumput. Memberdayakan pasien agar setelah selesai pengobatan, pasien memiliki kemampuan untuk berbisnis.

Kegiatan ini diikuti oleh 15 peserta dari penyintas dan pasien TB MDR. Fasilitator menjelaskan secara detil tentang bagaimana cara membuat batik celup ini, milai dari teknis pelipatan, pewarnaan, pencelupan, pembilasan hingga penjemuran. Lalu dilanjutkan dengan praktek dari para peserta yang hadir dengan sangat antusias. Para peserta sangat aktif melakukan praktek pembuatan batik ini, dengan sangat detil dan kreatif mereka melipat satu persatu kain batik yang mereka miliki.

Setelah proses pelipatan selesai, para peserta kemudian melanjutkan ke tahap berikutnya, yaitu proses pewarnaan. Didalam proses pewarnaan, para peserta dengan riang gembira mencampurkan satu persatu warna kedalam baskom kecil yang sudah berisikan air.
Langkah selanjutnya adalah peserta mencelupkan kain putih yang telah mereka lipat kedalam air berisi pewarna kain dengan jenis pewarna indigosol. Zat warna indigosol adalah Zat warna indigosol adalah jenis zat warna Bejana yang larut dalam air. Larutan zat warnanya merupakan suatu larutan berwarna jernih. Pada saat kain dicelupkan ke dalam larutan zat warna belum diperoleh warna yang diharapkan.
Langkah berikutnya adalah setelah peserta mencelupkan kain pada pewarna indigosol, peserta lalu membuka lipatan kain mereka yang telah diberi warna kemudian dijemur di terik matahari hingga hampir kering. Apabila kain yang dijemur tersebut sudah hampir kering, kemudian para peserta lanjut ke tahap Pencelupan kain kedalam larutan HcL (hydrogen klorida). Setelah dioksidasi/dimasukkan ke dalam larutan asam (HCl atau H2SO4) akan diperoleh warna yang dikehendaki. Obat pembantu yang diperlukan dalam pewarnaan dengan zat warna indigosol adalah Natrium Nitrit (NaNO2) sebagai oksidator. Warna yang dihasilkan cenderung warna-warna lembut/pastel. Dalam pembatikan zat warna indigosol dipakai secara celupan maupun coletan.

Setelah mendapat warna yang diinginkan pada kain batik, para peserta masuk ke tahap terakhir yaitu pembilasan dan penjemuran. Pada tahap ini para peserta menjemur semua kain batik tadi pada terik matahari hingga benar-benar kering. Setelah kain kering, para peserta lalu berfoto Bersama memamerkan hasil pembuatan kain batik mereka. Akhir dari kegiatan telah tiba, dan para peserta diminta untuk mengisi kuesioner yang berisi penilaian selama kegiatan pelatihan batik yang tadi telah dilaksanakan.
Para peserta pada akhirnya mampu membuat batik celup secara mandiri agar nantinya bisa mereka praktekkan masing-masing dirumah dan kedepannya mereka juga bisa menjual hasil karya batik mereka baik offline maupun online. Semua peserta juga sangat memahami semua penjelasan yang dijelaskan oleh fasilitator tentang cara membuat batik.